BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Menjelang pemilihan presiden dan wakil presiden pada 8 juli, 2009. Media massa adalah salah satu wahana yang berperang penting didalam menyampaikan orasi polik para calon. Khususnya, media elektronik adalah media yang paling banyak diminati masyarakat, sebagai sumber sebuah informasi. Media massa juga diharapkan mampu memberikan pengaruh yang sangat besar, didalam menyampaikan kampanye setiap pasangan calon. Serunya persaingan antara pasangan presiden yang satu dengan yang lain, pada pemilhan 8 juli, yang akan datang, media massa akan dijadikan arena konplik kepentingan, mengingat peranan media massa yang begitu kuat dalam mempengaruhi sikap dan perilaku khalayak.
Besarnya pengaruh yang diberikan oleh media, ditanggapi baik oleh pasangan Jusuf kalla, menurut Miranto : ’ Pers adalah memegang perenan pentiang dalam pemilihan presiden, 8 juli, yang akan datang bagi Indo esia yang didominasi masyakat trdisional, daya analitiknya rendah, sehingga ap yang disiarkan oleh media elektronik khususnya televili itulah yang diikuti.
Tidak hanya itu, Mantan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat ( MPRR ) Amin Rais menggambarkan : Posisi media sebagai Anjing penjaga, bisa dikendalikan pemilik, dan hanya menjadi ”sirkus” yang gampang dikendalikan oleh pihak yang punya kepentingan. Medi massa ikut-ikutan menjadi bagian dari kolusi pada Pilpres juli nanti, media massa tidak akan menghadapi kondisi semudah yang dibayangkan. Bisa dikatakan media massa digdaya.
Nampaknya apa yang diungkapkan Wiranto dan Amin Rais adalah sebuah kesadaran bahwa, media massa adalah lembaga yang dapat memainkan kendali didalam mempengaruhi khalayakuntuk menentukan pilihan para kandidat calon. Olehnya itu, media massa sebagai pilar keempat demokrasi setelah eksekutif, yudikatif, dan legislatif ditunt bersikap adil dan obyektif memberi ruang yang sama antara calon pada juli mendatang.
Tuntutan terhadp media agar dapat bersikap adil pada Pilpres pada 8 juli nanti. Diatur dalam undang-undang republik indonesia tahun 2008, mengenai pemberitaan kampanye pada pasal 91 ayat (2) yamg mengatakan, media massa cetak dan lembaga penyiaran yang menyediakan rubrik khusus untuk pemberitaan kampanye harus berlaku adil dan berimbang kepada seluruh peserta pemilu.
Persoalannya dapatkah media atau lembaga pers bersikap adil didalam porsi dan ruang pemberitaan yang sama pada setiap calon Presiden yang bertarung pada juli yang datang. Seperti yang tercantum dalam pasal 91 ayat (2) tahun 2008, mengingat media massa selain lembaga informasi juga sebagai lembaga bisnis, yang memiliki dimensi laten yakni dunia ideologis.
Menyimak apa yang diungkapkan oleh wartawan senior Kompas, Budiarto Shambazy, dalam diskusi undang-undang pemilu dalam kebebasan pers di gedung DPD senayang Jakarta, ”bahwa pers itu obyektif pemberitaannya tetapi sikap pers tidak bisa netral. Obyektifitas pers bukan berarti tidak memilih. Hal itu melatih media bersikap bersikap atas kepentingan parpol dan calon presiden pada pilpres 8 juli nanai”.
Apa yang diungkapkan Budiarto Shambazy mengisyaratkan bahwa pada pilpres 9 juli nanati , sulit memberikan jaminan kepada media massa untuk bersikap netral khususnya media penyiaran.selain itu media mssa juga dapat memberikan informasi yang mendidik masasyarakat agar tidak golput (golongan putih), juga supaya masyarakat tahu siapakah yang paling berkualitas diantara tiga kandidat calon presiden, baik itu Megawati, SBY, ataukah Jusuf Kalla.
Itu pulalah kenapa calon kepala daerah tidak hanya bisa mengandalkan iklan sebagai salah satu cara untuk mempopulerkan dirinya di tengah masyarakat. Saat ini masyarakat juga semakin rasional sehingga hubungan emosional dan psikologis bukan satu-satunya cara jitu untuk meraih simpati masyarakat. Misalnya, mentang-mentang seorang kandidat adalah pemuka keagamaan otomatis akan memudahkan dirinya menjadi kepala daerah. Itu belum merupakan garansi.
Satu strategi PR yang saat ini populer adalah media relations (hubungan media). Dalam komunikasi pemasaran, cara ini sedang digalakkan dan menjadi program cerdas perusahaan-perusahaan besar. Perusahaan kecil biasanya hanya mengandalkan iklan dengan isi yang persuasif tetapi penuh dengan tipu muslihat. Yang dijadikan orientasi hanya barangnya terkenal dan laku dijual. Mereka umumnya tidak mempertahankan loyalitas konsumen dan hubungan personal.
Calon kepala daerah ibarat sebuah merek yang perlu dijajakan ke masyarakat. Oleh karena itu, karena ia sebuah produk baru ia perlu dikenalkan ke masyarakat, diungkapkan kelebihan yang dimiliki. Tentunya, “perusahaan” yang mensponsorinya tidak hanya mengenalkan “merek” itu tanpa mengetahui atau menggaransi bahwa “barangnya” memang berkualitas.
Cara modern yang sedang menjadi program perusahaan adalah media relations di atas. Calon kepala daerah mau tidak mau harus melakukan strategi PR seperti halnya perusahaan itu.
Mengapa? Saat ini kita hidup dengan media massa (cetak dan elektronik). Apa yang kita pikir, kita perbuat, kita beli, kita sosialisasikan, kita ungkapkan tak lepas dari peran media massa itu. Bahkan bisa dikatakan media telah membentuk hidup kita sehari-hari. Jika kita mau jujur apa yang kita beli, kita pakai, kita kemukakan lebih banyak berdasar dari media massa. Ini realitas dari perkembangan masyarakat modern kita.
Akan arti pentingnya media massa Marshall McLuhan dalam buknya terkenal Understanding Media, The Extension of Man (1999) pernah mengatakan bahwa media adalah the extension of man (media adalah ekstensi/perluasan) manusia. Artinya, apa yang dipikirkan, diinginkan manusia bisa diperluas perwujudannya melalui media massa. Bahkan media massa berbuat lebih dari apa yang bisa dilakukan manusia.
Jika manusia hanya bisa berpidato dihadapan ribuan orang, media massa melakukannya ke jutaan orang. Akan berbeda dampaknya seandainya apa yang dipidatokan itu kemudian disiarkan media massa, meskipun hanya dihadapan puluhan orang saja. Sama artinya, buat apa demonstrasi besar-besaran tetapi media massa tidak menyiarkannya/memberitakannya? Lebih berdampak hebat jika demonstrasi kecil-kecilan tetapi bisa disiarkan media massa.
Begitu hebatnya media massa sampai Napoleon Bonaparte pernah mengatakan, “Jika media dibiarkan saja, saya tidak akan bisa berkuasa lebih dari tiga bulan”. Atau simak pendapat bapak kemerdekaan Amerika, Thomas Jefferson, “Seandainya saya harus memilih antara kehidupan pemerintahan tanpa surat kabar dengan adanya surat kabar tanpa pemerintahan, saya -- tidak ragu-ragu lagi -- akan memilih yang terakhir; ada surat kabar tanpa adanya pemerintah". Pernyataan Bonaparte atau Jefferson itu tentu bukan bualan seorang anak kecil di siang bolong semata, tetapi dipikir secara dalam karena hebatnya pengaruh media massa bagi masyarakat.
Bagaimana Dengan Kandidat?Calon kepala daerah bisa juga melakukan strategi media relations. Kita bisa mengambil contoh kasus kesuksesan presiden SBY dalam pemilihan presiden tahun lalu. Ia berhasil menuduki RI-1 tak lain karena kemampuannya membangun citra di media massa.
Untuk mewujudkan itu semua, para calon kepala daerah itu bisa melakukan kegiatan sebagai berikut; pertama, para calon harus menjalin hubungan dekat dengan media massa. Ini bisa dilakukan dengan kunjungan ke dapur redaksi media yang bersangkutan. Media, karena dikunjungi calon kepala daerah, ada kemungkinan besar untuk memberitakannya. Ini pulalah yang dahulu pernah dilakukan SBY dan Amien Rais untuk menyaingi kepopuleran Megawati karena kedudukannya sebagai presiden sudah menarik perhatian media massa.
Kedua, undanglah media massa dimana calon itu melakukan kegiatan politik seperti kampanye, pidato politik, kebijakan yang akan diputuskan. Bisa jadi media tanpa diundangpun ingin meliputnya, tetapi mengundang mereka bukan pekerjaan yang mudah dan bisa dilakukan oleh semua calon.
Ini dimaksudkan agar setiap kegiatan yang dilakukan kandidat bisa diketahui masyarakat. Paling tidak, masyarakat tahu bahwa “seseorang” itu calon kepala daerah.
Ketiga, sering-seringlah membuat press release (siaran pers). Entah memang ada kebijakan atau keinginan yang ingin disampaikan ke masyarakat atau hal lain. Tetapi yang jelas, calon kepala daerah tidak boleh “menyakiti” pers. Atau membuat pernyataan yang membuat jengkel wartawan. Sebab, begitu sang kandidat membuat “kesalahan” seperti itu Anda mungkin tetap muncul di media massa tetapi dengan berita yang justru merugikan Anda sendiri. Termasuk di sini, menghindari untuk mengatakan “no comment”. Pernyataan seperti itu jelas tidak disukai oleh wartawan. Anda juga akan dicitrakan sebagai orang yang tertutup.
Tetapi ada satu hal lain yang harus dilakukan jika ia terpilih menjadi kepala daerah. Tetap menjaga hubungan baik dengan wartawan. Umumnya, para politisi kita pada awalnya berhubungan baik dengan wartawan, tetapi ketika sudah “mapan” ia lupa bahkan menghindar dari wartawan. Biasanya, politisi itu takut karena “dosanya” diketahui umum.
Maka, mengaja hubungan baik dengan media massa tidak saja akan memuluskan langkah sang calon menjadi kepala daerah tetapi juga akan menentukan “hidup matinya” pemerintahan daerah yang dipimpinnya nanti. Sudah saatnya, menempatkan media massa di depan dan bukan dipolitisir untuk tujuan yang mementingkan kepentingannya sendiri.
Media massa punya mata dan telinga. Sang kandidat akan diberitakan baik manakala ia baik, tetapi akan diberitakan jelek jika sebaliknya. Jadi, saat ini hidup matinya calon kepala daerah sangat mungkin ditentukan oleh media massa.
Yang menjadi pertanyaan dapatkah media massa bersikap adil didalam memberi ruang yang sama pada seriap calon, terhadap pemuatan berita dan iklan kampanye masing-masing calon?. Media massa penyiaran khususnya elektronik adalah sumber informasi yang memiliki daya minat masyarakat yang paling banyak, hapir setiap rumah memiliki televisi, sebagai wahana mendapatkan informasi.
B. Rumusn Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dalam penilitina ini, maka peneliti meeberi rumusan masalah :
1. Apakah pesan kampanye di media massa peyiaran khususnys Televisi, dapat memberikan pengaruh terhadap perubahan sikap khalayk di Makassar?
2. Bagaimana sikap khalayak setelah melihat kampanye politik di media Televisi
di Makassar?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
a. Penelitian bertujuan untuk :
1. Untuk mengetahui pesan kampanye di media Televisi dapat memberikan pengaruh besar terhadap perobahan sikap khalayak di Makassar
2. Untuk mengetahui sikap khalayak setelah melihat kampanye politik di media Telelevisi di Makassar
b. Adapun kegunaan penelitian adalah sebagai berikut :
1. Secara teoritis, diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi dalam pengembangan ilmu desain penelitian komunilasidan menjadi referensi terhadap seseorang yang ingin melakukan penelitian yang sama.
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada peneliti.
D. Kerangka Konseptual Penelitian
a. Analis isi
Analisi isi (content analisis) adalah penelitian yang bersifat pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi tertulis, tercetak atau pun media massa elektronik. Pelopor analisis isi adalah Harold D. Lasswell, yang memelopori teknik symbol coding, yaitu mencatat lambang atau pesan secara sistematis, kemudian diberi interprestasi.
Analisis isi dapat digunakan untuk menganalisis semua bentuk komunikasi. Baik itu surat kabar, berita radio, iklan televisi maupun semua bahan dokumentasi yang lain. Hampir semua disiplin ilmu sosial dapat menggunakan analisis isi sebagai teknik atau metode penelitian. Holsti menunjukkan tiga bidang yang banyak mempergunakan analisis isi yang besarnya hampir 75% dari keseluruhan studi empirik, yaitu yang meneliti sosioantropologis 27,7%, komunikasi umum 25,9%, dan ilmu politik 21,5%.
Sejalan dengan kemajuan teknologi, selain secara manual kini telah tersedi komputer mempermudah proses penelitian analisis isi, yang terdiri atas dua macam, yaitu berapa kali iklan politik tampilkan di televisi. Namun analisis isi tidak dapat diberlakukan pada semua penelitian sosial. Analisis isi dapat dipergunakan jika sesuai syarat berikut.
1. Data yang tersedia sebagian besar terdiri dari bahan-bahan yang terdokumenrasi dalam naskadan rekaman.
2. Ada keterangan perlengkapan atau kerangka teori tertentu yang menerangkan tentang dan sebagai metode pendekatan terhadap data tersebut.
3. Penelitian memiliki kemampuan teknis untuk mengelolah bahan-bahan atau data-data yang telah dikumpulkan karna sebagian dokumentasi tersebut sangat apesifik.
Terdapat tiga langkah strategis penelitian analisis isi.
1. Penetapan desain atau model penelitian. Disini ditetapkan beberapa media, analisis isi pesan media televisi, baik itu objeknya banyak atau sedikit.
2. Pencarian data pokok atau data primer, yaitu iklan itu sendiri. Sebagai analisis isi maka iklan politik merupakan objek yang terpokok. Pencarian dapat dilakukan dengan menggunakan lembar koresponden, yang sengaja dibuat untuk keperluan data dari khalayak.
3. Pencarian pengetahuan kontekstual agar penelitian yang dilakukan tidak berada diruang hampa, tetapi ada kaitannya dengan faktor-faktor lain.
Prosedur dasar pembuatan ranncangan penelitian dan pelaksanaan studi analisis isi terdiri enam langkah, yaitu:
1. Merumuskan pertanyaan penelitian dan hipotesisnya (bila ada).
2. Melakukan sampling terhadap sumber-sumber data yang telah dipilih.
3. Pembuatan kategori yang dipergunakan dalam analisis.
4. Pendataan setiap iklan yang ditayangkan di televisi dan melakukan pengkodean.
5. Pembutan skala dan item berdasarkan kriteria tertentu untuk mengumpulkan data.
6. Interpretsi atau penafsiran data yang di peroleh.
Urutan langkah tersebut harus tertib, tidak boleh dilompati atau dibalik. Langkah sebelumnya harus bersyaratuntuk menentukan langkah berikutnya. Permilaan penelitian itu adalah adanya rumusan masalah atau pertanyaan penelitian yang dinyatakan secara jelas, eksplisit, dan mengarah, serta dapat diukur dan untuk dijawab dengan usaha penelitian.
Penarikan sampel dilakukan melalui peetimbangan tertentu, disesuikan dengan rumusan masalah dan kemampuan peneliti. Pembuatan alat ukur atau kategori yang akan digunakan untuk analisis, didasarkan rumusan masalah atau pertatau pertanaan penelitian, dan acuan tertentu. Dengan indikator yang bersifat terukur, kemudian pengumpulan atau koding data, dilakukan denga menggunakan lembar pengkodean (coding sheet) yang sudah dipersiapkan. Setelah semua data diproses, kemudian diinterpretasikan maknanya.
b. Pilpres
Pilpres merupakan salah satu mekanisme demokratis untuk melakukan pergantian pemimpin. Sudah sembilan kali bangsa indonesia menyelenggarakan perhelatan demokrasi. Pemilu di indonesia pada awalnya ditunjukkan untuk memilih anggota lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Setelah amandemen keempat UUD 1945 pada tahun 2002, memilih presiden dan wakil presiden (pilpres), yang semulah dilakukan oleh MPR, disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat sehingga pilpres pun dimasukkan kedalam rezim pemilu.
Tidak hanya itu, melalui UU 27 tahun 2007 pemilihan kepala daerah dimasukkan kedalam Rezim pemilu. Hanya sajaditengah masyarakat, istilah pemilu lebih sering merujuk kepada pemilu legislatif dan pemilu presiden dan wkila presiden yang diadakan setiap lima tahun sekali.
c. Iklan
Iklan adalah pesan untuk membujuk, mendorong kepada khalayak ramai tentang benda dan jasa yang ditawarkan, dan dipasang dalam media massaseperti surat kabar, majalah dan televisi. yang mudah diingat. "Hidup adalah perbuatan", "Generasi baru, harapan baru", dan "Lanjutkan!" merupakan contoh-contoh pendekatan iklan politik yang tidak terfokus dalam menggali emosi audiens. Terbukti, melalui berbagai survei, pengaruh iklan-iklan tersebut hingga saat ini tidak terlalu signifikan.
Sejauh ini, Gerindra menjadi satu-satunya partai yang membidik emosi publik dalam iklannya. "Gerindra…Gerindra…Gerindra!" adalah tiga kata yang diucapkan dengan intonasi meninggi oleh suara seorang wanita di akhir iklan politik Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Tiga kata tersebut berhasil menjadi sebuah mantra politik bagi Gerindra. Pasalnya, September lalu, popularitas Gerindra melejit sampai 65 persen menurut Lembaga Survei Nasional (LSN). Publik juga menyambut iklan Gerindra dengan sikap yang positif. Memori publik terhadap iklan Gerindra berada pada ambang yang tinggi menurut lembaga survei Indonesia (LSI), yaitu 51 persen. Sentimen empatik terhadap petani dan gambaran akan kebangkitan Indonesia menjadi sebuah stimuli yang berhasil mendorong optimisme publik.
Iklan "Gerindra!", sebagaimana "Yes we can" dari Obama, berpotensi menjadi sebuah mantra psikologis bagi audiens di Indonesia. Stimulus emosi dari iklan "Gerindra" disampaikan melalui visualisasi semangat kerja para petani dan pekerja pasar, hal itu berpengaruh terhadap ranah emosi harap audiens. Suara seorang wanita yang menyerukan dengan intonasi semangat "Gerindra!" menjadi stimulus verbal yang turut memperkuat rangsangan emosi harap dari iklan tersebut.
Para kompetitor Partai Gerindra perlu menyadari bahwa besarnya intensitas dan keindahan sebuah iklan tidak selalu berkorelasi dengan preferensi publik. Jargon yang puitis tidak menjamin “efek mantra” bagi psikologi publik. Di sisi lain, visualisasi yang sinematik juga tidak menjamin munculnya ketergugahan. Sebab, pesan yang membidik emosi audiens adalah mantra iklan politik yang sesungguhnya.
E. Metode penelitian
1. Tipe penelitian
Tipe penelitian ini bersifat kuantitatif, penelitian ini dilakukan pada isi iklan dan dapak atau berapa besar pengaruh iklan terhadap sikap pemilu. Tipe penelitian ini lebih kapada dapak iklan terhadap sikap pemilu.
Dalam penelitian kuantitatif, data utama dari peneliti sendiri, yang secara langsung mengumpulkan informasi yang didapa dari subjek penelitian. Dan ditambah dengan bantuan orang lain. Penelitian ini dilakukan secara efektif lewat observasi di lapangan, wawancara dengan nara sumber, dan melakukan analisis terhadap berb agai dongen lapangan.
2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini tentu saja berpedoman pada kebutuhan analisa (peneliti). Adapun teknik pengumpulan data yan dilakukan dalah:
~ Penelitian pustaka (library research) atau studi literatur. Dengan jalan mempelajari dan mengkaji semua yang berhubungan dengan kelengkapan data.
v Pengamatan (observasi), dengan mengamati secara langsung kondisi yang terjadi di lapangan dan melihat semua iklan yang disiarkan d televisi, dan tentu saja memiliki relevansi dengan permasalahan yang dikaji.
v Wawancara mendalam (in-depth interviw), teknik ini pada msyarakat yang terlibat langsung degan objek peneliti ini, serta sumber yang dianggap kababilitas dengan materi penelitian ini.
v Dokumentasi, pengumpulan hasil rekaman, foto, vidio, dan audiovisul lainnya yang ada di televisi di makassar.
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan berlangsung di makassar. Waktu penelitian akan berlangsung dari bulan Mei-juni 2009.
4. Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan analisis isi dari Harold D. Lasswell dengan teknik symbol coding yaitu mencatat lambang atau pesan secara sistematis kemudian dianalisis.
Dalam menganalisis, penulis melakukan dua tahapan analisis;
v Deskripsi konotasi dengan jalan memahami, menguraikan kemudian memamaparkan makna-makna konotasi dalam sebuah iklan politik.
v Melakukan analisis replektif terhadap data-data yang telah dikumpulkan dari makna konotasi, observasi di lapangan dan wawancara.
2. Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalahpahaman dalam menginterpretasi judul penelitian ini, sekaligus memudahkan pemahaman dan menyamakan presepsi antara pembaca dan penulisterhadap judul panelitian ini, maka peneliti terlebih dahulu mengemukakan pengertian yang sesuai dengan variabel judul skripsi ini, sehingga tidak menimbulkan kesimpansiurandalam pembahasan selanjutnya.
Adapun pengertian judul dalam penelitian ini adalah :
a. Pengaruh adalah hal yang membuat berubahnya sesuatu dari objek tertentu.
b. Iklan adalah pesan untuk membujuk, mendorong kepada khalayak ramai tentang benda dan jasa yang ditawarkan, dan dipasang dalam media massaseperti surat kabar, majalah dan televisi .
c. Politik adalah ilmu kenegaraan sebagai kata kolektif yang menunjukkan pemikiranyang bertujuan untuk mendapatkan kekuasaan.Televisi adalah pesawat yang menyiarkan gambar dengan pertolongan gelombang.
d. Pilpres adalah pemilihan presiden secara demokrasi, langsung,umum bebas, rahasia, jujur dan adil dalam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan pancasila dan Undang-Undsng Dasar (UUD) Negara Republik (RI) tahun 1945.
e. Perilaku adalah tindakan, perbuatan atau sikap
f. Pemilih adalah orang yang mempunyai hak suara dalam pemilu
DAFTAR PUSTAKA
Budiman, Kris. 2004. Semiotika Visual. Yogayakarta: Buku Baik & Seni Cemeti.
Cangara, Hafied. 2003. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Mulyana, Deddy. 2001. Ilmu Komunikasi; Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Peter L. Berger dan Thomas Luckmann. Tafsir Sosial atas Kenyataan: Risalah Tentang Sosiologi Pengetahuan. Jakarta: LP3ES
Panuju, Redi. 2002. Relasi kuasa negara, media massa, dan publik: pertarungan memenangkan opini publik dan peran dalam transformasi social. Pustaka Pelajar
Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barri.2001. Kamus Ilmia Populer. Surabaya. Arkola
Rakhmat, Jalaluddin dan Rakhmat , Miftah F. 1997. Catatan Kang Jalal: Visi Media, Politik dan Pendidikan. Bandung. Remaja Rosdakarya..
Sobur, Alex. 2001. Analisis teks media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing. Bandung. Remaja Rosdakarya.
Suyanto, Bagong dan Sutina. Cetakan ke-3,September. 2007. Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta. Kencana.
Triatmojo, Sofyan. Kamus Lengkap, Bahasa Idonesia Popular. Surakarta. Nusantara
Utomo, Mochtar W. 2003. Perbandingan Content Analysis, Framing Analysis, Discourse Analysis, dan |Semiotic Analysis. Makalah. Surabaya: Universitas dr. Sotomo.
di Susun Oleh :
Saifullah (50500106046)
JURUSAN JURNALISTIK FAKULTAS DAKWAH & KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2009