Memasuki suksesi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2015, suhu politik semakin memanas. Genderang perang mulai ditabuh. Lawan-lawan politik, ada yang sudah melancarkan serangan, namun ada juga yang masih mempersiapkan strategi serangan mematikan.
Pilkada serentak di 11 kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel), tampaknya sudah mulai memanas. Indikasi adanya serangan-serangan mematikan sudah mulai tampak. Utamanya serangan ke incumbent dan figur yang dianggap kuat dan berbahaya.
Ini tentunya, bagi mereka yang ikut bertarung, patut waspada terhadap serangan mematikan citra di masyarakat ini. Sebaiknya, sedini mungkin harus menyiapkan jurus sakti penangkis serangan, dan mempersiapkan diri memulai pertempuran.
Jika politik diibaratkan sebuah turnamen sepakbola, maka prinsip 'menyerang adalah pertahanan terbaik' juga berlaku di Pilkada.
Olehnya itu, siap-siap untuk diserang dan menyerang. Namun tentunya, ada cara-cara terbaik dalam menyerang tanpa harus menyakiti, atau mendapat kartu merah dari wasit, dan cemoohan dari penonton.
Serangan mematikan di Pilkada serentak 2015 di Sulsel, setidaknya sudah menimpa dua incumbent. Yakni Bupati Maros Hatta Rahman, dan Bupati Barru Andi Idris Syukur.
Keduanya terindikasi 'diserang' lewat tangan institusi penegak hukum. Para lawan tampaknya jeli dan lihai memainkan taktik perang.
Pengamat komunikasi politik Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Aswar Hasan, kepada Media Duta Express, Juni 2015, menuturkan, adanya pernyataan yang berbeda antara pihak Mabes Polri dengan Polda Sulselbar, tidak menutup kemungkinan adanya nuansa politis yang merasuki.
"Kemungkinan itu bisa jadi ada," ujarnya, saat ditanya soal kemungkinan adanya indikasi permainan politik dalam kasus ini.
Aswar mengharapkan, pihak kepolisian harus menjelaskan kepada publik, mengapa sampai terjadi perbedaan pernyataan antara pihak Mabes dan Polda.
Dalam kontes itu, harus transparan dan akuntabel. Data ang dikeluarkan harus bisa dipertanggungjawabkan. "Terkait adanya perbedaan pernyataan di internal kepolisian, saya rasa harus ada penjelasan ke publik. Sehingga tidak ada yang dirugikan," ujarnya.
Menurutnya, kasus itu bisa saja ada nuansa politik. Ada pihak-pihak yang memasok data ke polisi dan mendorong keluarnya pernyataan tersebut. Namun, saat institusi mengeluarkan pernyataan, harus ada fakta. "Sebenarnya, kalau memang ada fakta, tidak ada masalah, meski ini musim Pilkada. Sebab realitanya ada. Tapi kalau tidak, dan simpangsiur, maka ini yang patut diwaspadai," tandasnya.
Aswar menuturkan, serangan seperti ini patut semua diwaspadai oleh para bakal calon kepala daerah, di masa Pilkada ini.
"Ini memang patut diwaspadai. Solusinya adalah, harus menjaga nama baik dan selalu berbuat sesuai dengan aturan. Serangan seperti ini bisa menimpa siapa saja. Bagi figur yang tertimpa, saya rasa harus menyikapinya dengan benar. Harus menjelaskan kepada publik sesuatu yang menimpa. Fakta yang menyudutkan, harus dikelola dengan baik. Sehingga tidak berdampak besar terhadapnya. Calon harus siap mengelola serangan-serangan miring yang menimpanya. Saya rasa itu penting," sarannya.
Untuk diketahui, dari 11 kabupaten yang akan menggelar Pilkada serentak, ada beberapa diantaranya akan diikuti uncumbent, yakni Kabupaten Maros, Barru, Pangkep, dan Luwu Utara. Mereka diingatkan agar waspada atas serangan mematikan di Pilkada.
KASUS BUPATI MAROS
Kasus Bupati Maros, Hatta Rahman, membuat publik bingung. Pasalnya, internal kepolisian berbeda dalam menyampaikan pernyataan soal status Hatta Rahman, dalam dugaan tindak pidana korupsi lampu jalan dan taman di Maros.
Setelah Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Victor Edison Simanjuntak, mengeluarkan pernyataan soal status tersangka Hatta Rahman sejak tiga tahun lalu, kemudian dibenarkan Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Sulsebar, Komisaris Besar Heri Dahana.
Namun, pernyataan ini serta merta dibantah Kabid Humas Polda Sulselbar, AKBP F Barung Mangera. Sebab nyatanya, Hatta memang belum pernah diperiksa atau memberi keterangan terkait kasus ini.
Beberapa hari berikutnya, Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Victor Edison Simanjuntak, mengakui adanya kesalahan informasi yang diterimanya.
Victor mengaku, ada salah komunikasi dalam penyampaian tersangka kasus tersebut.
"Ada salah komunikasi. Bupatinya belum tersangka, baru kadisnya saja," tegas Victor di Bareskrim Polri, seperti dikutip dari jpnn.
Terkait pernyataan status tersangka tersebut, Bupati Maros menanggapinya dengan baik. Ia tampak santai memberikan keterangan pers. Dia tetap yakin dirinya tidak bersalah dan tidak terlibat di kasus dugaan korupsi pengadaan, pemasangan lampu hias, dan taman (LED) Maros.
Ia mengaku tidak kaget atas pemberitaan yang menyebutkan bahwa dirinya menjadi tersangka kasus dugaan korupsi proyek lampu jalan di Kabupaten Maros.
"Saya kira pemberitaan itu keliru. Jika memang ada yang jadi tersangka, setiap proyek itu kan memiliki tim, ada PPK, ada tim panitia proyek, dan ada juga kepala dinas," kata Hatta.
Hatta menilai pemberitaan itu sangat kuat dengan unsur politik. Apalagi menjelang pertarungan Pilkada. "Seingat saya, total proyek itu kan cuma Rp780 juta. Apalagi jika temuan hanya Rp78 juta, nilai itu sangat kecil," ujarnya.
Ia pun menyatakan selama ini tak pernah diperiksa. "Saya tidak pernah diperiksa. Walaupun ada tersangka, mungkin saja pihak kepala dinasnya yang memang telah diperiksa," tuturnya.
Dia menduga itu adalah cara untuk menggagalkan dirinya sebagai bakal calon bupati yang akan kembali bertarung di pemilihan kepala daerah 2015.
"Itu penafsiran awal saya, mungkin saja ada oknum yang mencoba menggagalkan keinginan saya untuk bertarung lagi di pilkada," ucap Hatta.
BUPATI BARRU DIBIDIK
Selang beberapa hari pernyataan dari Mabes Polri soal kasus Bupati Maros, Mabes kemudian kembali mengeluarkan pernyataan terkait Bupati Barru, Andi Idris Syukur.
Direktur II Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Badan Reserse dan Kriminal Polri, Brigjen Polisi Victor Edi Simanjuntak, kembali mengeluarkan pernyataan kasus bupati di daerah yang akan menggelar Pilkada.
Dalam keterangannya kepada sejumlah wartawan, Victor menyebut, jika Bupati Barru, Andi Idris Syukur, diduga terlibat kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang. Penyidik Mabes Polri menduga sang bupati menerima sejumlah mobil mewah melalui sang istri, Andi Citta Mariogi.
Victor mengatakan, saat ini barang bukti sudah dikumpulkan. Sementara sang istri bupati sudah dipanggil untuk dimintai keterangan. Namun, mangkir dari panggilan.
"Bupati Barru itu ada beberapa kasus, tapi yang sedang kita dalami itu masalah pungutan, kalau ada lewat pelabuhan harus bayar, masih kita dalami, ada lagi tentang (gratifikasi) mobil Alphard, dan Pajero," kata Victor, di Jakarta, akhir Juni 2015, seperti yang diberitakan beberapa media.
Dari informasi yang dihimpun, Bupati Barru diduga memerintahkan pungutan di Pelabuhan Garongkong, Kabupaten Barru. Namun, pungutan itu diduga tidak disetor ke kas daerah.
Hal ini melanggar Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2015.
Hasil pungutan diduga masuk ke kas pribadi Idris Syukur.
Kemudian, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61/PMK07/2011, Kabupaten Barru juga diduga menerima uang Rp22.501.381.000 dari pemerintah. Namun, uang itu diduga tidak digunakan sesuai peruntukannya. Polisi masih mendalami aliran dana ini.
Bupati juga diduga menerima gratifikasi berupa 1 mobil Toyota Alphard bernomor Polisi DD 61 AS berwarna hitam dari PT Cipta Bhara Bata dan PT Jaya Bakti. Gratifikasi tersebut diduga terkait pencairan dana pembangunan ruko dan sejumlah pasar.
Selain itu, dia diduga menerima gratifikasi berupa Mitsubishi Pajero Sport dengan nomor polisi DD 1727, terkait proyek di pelabuhan Garongkong. Mobil tersebut diduga didaftarkan atas nama istri bupati. (tim)
Tabloid Media Duta edisi Juni 2015
0 komentar: on "Waspada Serangan Mematikan Incumbent; Belajar Dari Kasus Bupati Maros dan Barru"
Post a Comment