Saturday, October 23, 2010

Kebutuhan Aktivitas Manusia


-ilsutrasi/net-

SISTEM TUBUH YANG BERPERAN DALAM KEBUTUHAN AKTIVITAS
    1. Tulang
    Tulang merupakan organ yang memiliki berbagai fungsi, yaitu fungsi mekanis untuk membentuk rangka dan tempat melekatnya berbagai otot, fungsi sebagai tempat penyimpanan mineral khususnya kalsium dan fosfor yang bisa dilepaskan setup saat susuai kebutuhan, fungsi tempat sumsum tulang dalam membentuk sel darah, dan fungsi pelindung organ-organ dalam.
    Terdapa tiga jenis tulang, yaitu tulang pipih seperti tulang kepala dan pelvis, tulang kuboid seperti tulang vertebrata dan tulang tarsalia, dan tulang panjang seperti tulang femur dan fibia. Tulang panjang umumnya berbentuk lebar pada kedua ujung dan menyempit di tengah. Bagian ujung tulang panjang dilapisi kartilago dan secara anatomis terdiri dari epifisis, metafisis, dan diafisis. Epifisis dan metafisis terdapat pada kedua ujung tulang dan terpisah dan lebih elastic pada masa anak-anak serta akan menyatu pada masa dewasa.
    1. Otot dan Tendom
    Otot memiliki kemampuan berkontraksi yang memungkinkan tubuh bergerak sesuai dengan keinginan. Otot memiliki origo dan insersi tulang, serta dihubungkan dengan tulang melalui tendon yang bersangkutan, sehingga diperlukan penyambungan atau jahitan agar dapat berfungsi kembali.
    1. Ligamen
    Ligamen merupakan bagian yang menghubungkan tulang dengan tulang. Ligamen pada lutut merupakan struktur penjaga stabilitas, oleh karena itu jika terputus akan mengakibatkan ketidakstabilan.
    1. Sistem Saraf
    Sistem saraf terdiri atas sistem saraf pusat (otak dan modula spinalis) dan sistem saraf tepi (percabangan dari sistem saraf pusat). Setiap saraf memiliki somatic dan otonom. Bagian soamtis memiliki fungsi sensorik dan motorik. Terjadinya kerusakan pada sistem saraf pusat seperti pada fraktur tulang belakang dapat menyebabkan kelemahan secara umum, sedangkan kerusakan saraf tepi dapat mengakibatkan terganggunya daerah yang diinervisi, dan kerusakan pada saraf radial akan mengakibatkan drop hand atau gangguan sensorik pada daerah radial tangan.

    1. Sendi
    Sendi merupakan tempat dua atau lebih ujung tulang bertemu. Sendi membuat segmentasi dari rangka tubuh dan memungkinkan gerakan antar segemen dan berbagai derajat pertumbuhan tulang. Terdapat beberapa jenis sendi, misalnya sendi synovial yang merupakan sendi kedua ujung tulang berhadapan dilapisi oleh kartilago artikuler, ruang sendinya tertutup kapsul sendi dan berisi cairan synovial. Selain itu, terdapat pula sendi bahu, sendi panggul, lutut, dan jenis sendi lain sepertii sindesmosis, sinkondrosis dan simpisis.
  1. KEBUTUHAN MOBILITAS DAN IMOBILITAS
  2. Kebutuhan Mobilitas
    1. Pengertian Mobilitas
      Mobitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna mempertahankan kesehatannya.
    2. Jenis Mobilitas
      1. Mobilitas Penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi social dan menjalankan peran sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik volunteer dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
      2. Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus cidera atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Pasien paraplegi dapat mengalamai moblitas sebagian pada ekstremitas bawah karena kehilangan control motorik dan sensorik.
      Mobilitas sebagian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
      1. Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh trauma reversible pada sistem musculoskeletal, contohnya adanya dislokasi sendi dan tulang.
      2. Mobilitas sebagian permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang reversible. Contohnya terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegi karena cidera tulang belakang, poliomyelitis karena terganggunya sistem saraf motorik dan sensorik.


  1. Faktor yang Mempengaruhi Mobilitas
Mobilitas seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa factor, diantaranya:
  1. Gaya Hidup. Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi mobilitas seseorang karena berdampak pada kebiasaan atau perilaku sehiari-hari.
  2. Proses Penyakit/Cidera. Hal dapat mempengaruhi mobilitas karena dapat berpengaruh pada fungsi sistem tubuh. Seperti, orang yang menderita fraktur femur akan mengalami keterbatasan pergerakan dalam ekstremitas bagian bawah.
  3. Kebudayaan. Sebagai contoh, orang yang memiliki budaya sering berjalan jauh memiliki kemampuan mobiltas yang kuat. Begitu juga sebagliknya, ada orang yang mengalami gangguan mobilitas (sakit) karena adat dan budaya yang dilarang untuk beraktivitas.
  4. Tingkat Energi. Untuk melakukan mobilitas diperlukan energy yang cukup.
  5. Usia dan Status Perkembangan. Terdapat kemampuan mobilitas pada tingkat usia yang berbeda.

  1. Kebutuhan Imobilitas
    1. Pengertian Imobilitas
      Imobilitas atau imobilisasi merupakan keadaan dimana seseorang tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas), misalnya mengalami trauma tulang belakang, cidera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas, dan sebagainya.

    2. Jenis Imobilitas
      1. Imobiltas fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, seperti pada pasien hemiplegia yang tidak mampu mempertahankan tekanan di daerah paralisis sehingga tidak dapat mengubah posisi tubuhnya untuk mengubah tekanan.
      2. Imobilitas intelektual, merupakan keadaan dimana mengalami keterbatasan berpikir, seperti pada pasien yang mengalami gangguan otak akibat suatu penyakit.
      3. Imobilitas emosional, yakni keadaan ketika mengalami pembatasan secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri. Seperti keadaan stress berat karena diamputasi ketika mengalami kehilangan bagian anggota tubuh atau kehilangan sesuatu yang paling dicintai.
      4. Imobilitas sosial, yakni keadaan seseorang yang mengalami hambatan dalam berinteraksi karena keadaan penyakitnya sehingga dapat mempengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.



    3. Perubahan Sistem Tubuh Akibat Imobilitas
      Dampak dari imobilitas dalam tubuh dapat mepengaruhi sistem tubuh. Seperti perubahan pada metabolism tubuh, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan dalam kebutuhan nutrisi, gangguan fugsi gastrointestinal, perubahan sistem pernafasan, perubahan kardiovaskuler, perubahan sistem musculoskeletal, perubahan kulit, perubahan eliminasi (buang air besar dan kecil), dan perubahan perilaku.
      1. Perubahan Metabolisme
        Secara umum imobilitas dapat mengganggu metabolisme secara normal. Mengingat imobilitas dapat menyebabkan turunnya kecepatan metabolism dalam tubuh. Hal tersebut dapat dijumpai pada menurunnya Basal Metabolisme Rate (BMR) yang menyebabkan berkurangnya energy untuk perbaikan sel-sel tubuh. Sehingga dapat mempengaruhi oksigensi sel. Perubahan metabolism imobilitas dapat mengakibatkan proses anabolisme menurun dan katabolisme meningkat. Keadaan ini dapat meningkatkan resiko gangguan metabolisme. Proses imobilitas dapat juga menyebabkan penurunan ekskresi urine dan peningkatan nitrogen. Hal tersebut dapat ditemukan pada pasien yang mengalami immobilitas pada hari kelima dan keenam. Beberpa dampak dan perubahan metabolisme diantaranya, pengurangan jumlah metabolisme, antropi kelenjar dan katabolisme protein, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, demineralisasi tulang, gangguan dalam mengubah zat gizi, dan gangguang gastrointestinal.
      2. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit
        Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai dampak dari imobilitas akan mengakibatkan persediaan protein menurun dan konsentrasi protein serum berkurang, sehingga dapat mengganggu kebutuhan cairan tubuh. Di samping itu, berkurangnya perpindahan cairan dari intravaskuler ke interstisial dapat menyebabkan edema sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Imobilitas juga dapat mengakibatkan demineralisasi tulang akibat menurunnya aktivitas otot. Sedangkan meningkatnya demineralisasi tulang dapat mengakibatkan reabsorbsi kalium.
      3. Gangguan Pengubahan Zat Gizi
        Terjadinya gangguan zat gizi yang disebabkan oleh menurunnya pemasukan protein dan kalori dapat mengkibatkan pengubahan zat-zat makanan pada tingkat sel menurun. Dimana sel tidak lagi menerima glukosa, asam amino, lemak, dan oksigen dalam jumlah yang cukup untuk melaksanakan aktivitas metabolisme.


      4. Gangguan Fungsi Gastrointestinal Imobilitas
        Imobilitas dapat menyebabkan gangguan fungsi gastrointestinal. Hal ini desebabkan imobilitas dapat menurunkan hasil makanan yang dicerna, sehingga penurunan jumlah masukan yang cukup dapat menyebabkan keluhan. Seperti perut kembung, mual dan nyeri lambung yang dapat menyebabkan gangguan proses eliminasi.
      5. Perubahan Sistem Pernafasan
        Akibat imobilitas, kadar hemoglobin menurun, ekspansi paru menurun, dan terjadinya lemah otot yang dapat menyebabkan proses metabolisme terganggu. Terjadinya penurunan kadar hemoglobin dapat menyebabkan penurunan aliran oksigen dari alveoli ke jaringan, sehingga menyebabkan anemia.
      6. Perubahan Kardiovaskuler
        Perubahan sistem ini akibat imobilitas antara lain dapat berupa hipotensi ortostatik, meningkatnya kerja jantung dan terjadinya pembentukan trombus. Terjadinya hipotensi ortostatik dapat disebakab menurunnya kemampuan saraf otonom, pada posisi yang tetap dan lama, refleks neurovaskuler akan menurun dan menyebabkan vasokonstriksi, kemudian darah terkumpul pada vena bagian bawah sehingga aliran darah ke sistem sirkulasi terhambat.
        Meningkatnya kerja jantung dapat disebabkan imobilitas dengan posisi horizontal. Dalam keadaan normal, darahyang terkumpul pada ekstremitas bawah bergerak dan meningkatkan aliran vena kembali ke jantung dan akhirnya jantung akan meningkatkan kerjanya. Terjadinya trombus juga diakibatkan meningkatnya vena statis yang merupakan hasil penurunan kontraksi muscular sehingga meningkatkan arus balik vena.
      7. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
  • Gangguan Muskular. Yakni menurunnya massa otot sebagai dampak imobilitas secara langsung. Hal ini ditandai dengan menurunnya stabilitas. Berkurangnya massa otot dapat menyebabkan atropi pada otot. Seperti, otot betis yang telah dirawat lebih dari enam minggu ukurannya akan lebih kecil dan menunjukkan tanda lemah dan lesu.
  • Gangguan Skeletal. Misalnya, akan mudah terjadi kontraktur sendi dan osteoporosis. Kontraktur merupakan kondisi yang abnormal dengan kriteria adanya fleksi dan fiksasi yang disebabkan atropi dan memendeknya otot. Kontraktur dapat menyebabkan sendi dalam kedudukan yang tidak berfungsi. Osteoporosis terjadi akibat reabsorbsi tulang semakin besar, sehingga menyebabkan jumlah kalsium ke dalam darah menurun dan jumlah kalsium yang di keluarkan melalui urine semakin besar.

  1. Perubahan Sistem Integumen
    Hal ini terjadi berupa penurunan elastisitas kulit karena menurunnya sirkulasi darah akibat imobilitas dan terjadinya isakemia serta nekrosis jaringan superficial dengan adanya luka decubitus sebagai akibat tekanan kulit yang kuat dan srikulasi yang menurun ke jaringan.
  2. Perubahan Eliminasi
    Misalnya penurunan jumlah urine yang mungkin disebabkan kurangnya asupan dan penurunan curah jantung, sehingga aliran darah renal dan urine berkurang.
  3. Perubahan Perilaku
    Perubahan perilaku sebagai akibat imobilitas antara lain, timbulnya rasa bermusuhan, bingung, cemas, emosional tinggi, depresi, perubaha siklus tidur dan menurunnya koping mekanisme.
  1. ASUHAN KEPERAWATAN PADA MASALAH POSTUR TUBUH

  2. Pengkajian Keperawatan
    Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengkaji postur tubuh, di antaranya:
    1. Postur tubuh yang benar pada saat berbaring, duduk dan berdiri.
      1. Posisi Berdiri
        Pengkajian posisi berdiri dilakukan dengan cara menganjurkan pasien pada posisi berdiri, kepala tegak, dan mata menghadap lurus ke depan. Bila diamati dari belakang, bahu dan pinggul harus lurus dan sejajar. Amati vertebrata kolumna, apabila dari arah samping kepala tegak dan lurus dan tulang belakang diluruskan bentuknya seperti huruf S. vertebrata servikal melengkung ke depan dan vertebrata lumbal melengkung ke depan, kaki ditempatkan sedikit terpisah untuk mencapai dasar dari topangan dan ibu jari menunjuk ke depan, dan apabila diamati dari depan berada pada garis tengah vertikal. Apabila posisi tidak sesuai dengan posisi berdiri yang benar, maka dapat diidentifikasi adanya gangguan otot/tulang.
      2. Posisi Duduk
        Kepala pasien harus tegak lurus dengan leher dan vertebrata kolumna. Kemudian berat badan bertumpu pada glutea dan paha. Paha sejajar dan datar pada bagian horizontal kedua telapak kaki menapak di lantai, dan dengan jarak 2-4 cm perlu dipertahankan antara tepi tempat duduk dengan lutut dan lengan pasien. Pasien yang dalam keadaan abnormal akan mengalami kelemahan otot atau paralisis otot, serta adanya perubahan sensasi (kerusakan saraf).

      3. Posisi Berbaring
        Letakkan pasien dengan posisi latera, semua bantal dan penyokong posisi dipindahkan dari tempat tidur. Kemudian tubuh ditopang dengan kasur yang cukup dan vertebrata harus lurus dengan alas yang ada. Apabila dijumpai kelainan pada pasien, maka terdapat proses penurunan sensasi atau gangguan sirkulasi serta adanya kelemahan.
    2. Perubahan dalam tumbuh kembang, identifikasi adanya trauma, kerusakan otot atau saraf dan kemungkinan factor yang menyebabkan postur tubuh yang buruk.

  3. Diagnosis Keperawatan
    1. Nyeri yang berhubungan dengan posis duduk, berdiri dan berbaring yang salah akibat pemakaian gips pada daerah ekstremitas, dan lain-lain.
    2. Gangguan mobilitas berhubungan dengan drop foot lutut akibat kontraktur.
    3. Resiko cidera berhubungan dengan gangguan keseimbangan yang disertai kelemahan otot.

  4. Perencanaan dan Pelaksanaan Keperawatan
    1. Pertahankan postur tubuh yang tepat dengan pengaturan posisi yang tepat.
    2. Perbaiki postur tubuh pada tingkat optimal dengan melatih duduk, berdiri dan tidur secara optimal.
    3. Kurangi cidera akibat postur tubuh yang tidak tepat dengan membantu pasien melakukan aktivitas sehari-hari.
    4. Kurangi beban otot dengan cara meletakkan alat dengan dekat dengan pasien dan bantu kegiatan yang menimbulkan beban berat.
    5. Cegah komplikasi akibat postur tubuh yang tidak tepat.

  5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi yang diharapkan dari hasil tindakan keperawatan untuk mengatasi gangguan postur tubuh adalah tidak terjadi erubahan atau kesalahan dalam postur tubuh, dan pasien mampuberaktivitas dengan mudah serta tidak merasakan kelemahan.

Digg Google Bookmarks reddit Mixx StumbleUpon Technorati Yahoo! Buzz DesignFloat Delicious BlinkList Furl

0 komentar: on "Kebutuhan Aktivitas Manusia"

Post a Comment