Wednesday, July 04, 2012

Cerita Amang Usman di Balik Perjuangan Pembentukan Kota Palopo


Dari Dialog Refleksi 1o Tahun Kota Palopo (2)

Laporan: Abd Rauf

Bermula dari sepucuk surat yang dikirim lewat fiksimili oleh seorang anggota DPR RI, dalam surat itu tertulis pemberitahuan, kalau kota administratip (Kotip) akan dileburkan menjadi ibu kota biasa kabupaten. Itu berlandaskan dari UU Nomor 22 tentang otonomi daerah kala itu. Dari situlah, H Zirmayanto SH MH berinisiatif untuk mengadakan pertemuan dengan tokoh pemuda dan LSM, untuk membicarakan nasib Kotip Palopo.

Drs Amang Usman bercerita, kalau yang menjadi inisiator pertama adalah H Zirmayanto, setelah mengadakan pertemuan itu, diadakanlah seminar sehari di SaodanraE, bersama aktifis LSM se Palopo, untuk mengadakan kajian mengenai potensi Kotip Palopo menjadi kota otonom. Hasilnya, Palopo layak mejadi kota otonom.

Pada saat itu, dilakukan mobilisasi massa untuk demonstrasi di depan kantor DPRD Luwu saat itu. Hal yang paling berkesan dari aksi itu, menurut Amang Usman, kalau dirinya terpaksa harus membeli 10 jerigen ballo, dan beras miskin (Raskin) untuk dimakan demonstran, ditanggung alm Mustadir Latif. Setelah melakukan aksi sekitar lima bulan, yang semakin hari, semakin brutal. Kemudian pada aksi terakhir sebelum diplenokan, Amang Usman saat itu yang menjadi pimpinan demonstran, dipanggil menghadap anggota DPRD, Rusli Pangeran. Kala itu, Rusli mengatakan kepada Amang Usman. "Kalau tidak saya plenokan hari senin depan, saya berhenti menjadi anggota dewan. Jadi mudurkan massamu, dan berhenti berdemo," kata Rusli. Lalu saat itulah, massa ditarik mundur.

Lama kemudian, hasil pleno DPRD tidak juga diberikan kepada para pejuang. Sehingga Amang Usman menghubungi Baharman untuk segera mengambilnya. Namun saat itu, belum juga diberikan oleh ketua DPRD, Dr Yahya saat itu. 

Sekira 5 Ramadan, Andi Husain atau Opu Ukka (alm), menelpon Amang Usman mempertanyakan perjuangannya mengawal Kotip Palopo. Saat itulah, Andi Husain berjanji akan mengambil hasil pleno itu. "Jika saya mengambil hasil pleno itu, maka kamu harus mengurusnya ke Jakarta," katanya kepada Amang Usman. 

Kemudian saat itulah, Amang Usman bertemu dengan Andi Husain, Andi Cincing, dan Andi Galih untuk membicarakan pengurusannya ke Jakarta. Namun Amang Usman mengaku tidak ada cukup uang untuk ke Jakarta. Sehingga dirinya menyuruh Joko untuk membuat les-les masuk ke pasar untuk meminta sumbangan dari para pedangang. Setelah terkumpul cukup dana, Amang Usman lalu membeli tiket kapal laut untuk 12 orang ke Jakarta. Namun pada malam pemberangkatan, sejumlah orang LSM tidak sempat ikut. Sehingga hanya sembilan orang yang berangkat. Seperti Amang Usman, Wardi, Joko, Rawas Sakti, Dayat, Mustadir Latief (alm), Ucok (seorang aheng mobil), serta seorang anak dari Amang Usman yang masih SMP kala itu, bernama Aris. Tiga tiket lebihnya dijual murah. Sementara Andi Galih dan Andi Cincing lebih dulu ke Jakarta lewat pesawat.

Berangkat dari Pare-Pare menuju Surabaya. Sesampainya di pelabuhan Surabaya, uang yang dimilikinya tidak cukup untuk sewa kereta api. Sehingga mereka menuju Jakarta lewat mobil bus. Di Jakarta, mereka bersembilan menginap di rumah Andi Cincing. Esoknya, Amang Usman menghadap kepada Depdagri untuk membawa hasil pleno itu. Setelah berbincang-bincang, pihak Depdagri menyuruh kembali melengkapi administrasi persyaratan menjadi kota otonom, Kota Palopo.

Hendak pulang, namun uang di kantong tidak cukup. Untunglah ada bantuan sebanyak 2 juta dari Andi Fahri Laluasa. Juga dari HPA Tenriadjeng, yang menjadi Sekda kala itu. Hal yang paling terkesan saat hendak pulang bagi mereka bersembilan adalah, Aris, anak Amang Usman yang masih berumur 15 tahun, terpaksa harus dimasukkan ke dalam kardus akibat tidak cukupnya uang tiket, dari Surabaya ke Makassar. Aris dimasukkan ke kardus, supaya tidak ketahuan, disimpanlah di belakang kursi mereka.

Sesampai di Pelabuhan Sukarno Hatta Makassar, mereka lagi-lagi kehabisan uang, sehingga terpaksa berpencar untuk mencari sendiri uang untuk kembali ke Palopo. Sepulang dari Jakarta, Andi Cincing kemudian membuat lembaga yang diberi nama Forum Kota. Lembaga itu beranggotakan aktifis pemuda, LSM dan tokoh masyarakat, serta FKPPI. Sekretariatnya bertempat di Sekretariat FKPPI. Dari forum itulah dimulai lagi perjuangan. Saat itu, demonstrasi bergulir lagi. Massa terus turun ke jalan menuntut pembentukan Kota Palopo. Dari proses panjang itu, beberapa kali bolak-balik Jakarta-Palopo untuk mengurus pembentukannya. Rintangan demi rintangan yang dihadapi, namun tak ada kata menyerah. Hingga pada 2 Juli 2002, para pejuang baru mendapatkan hasil jeri payahnya. Hal itu ditandai dengan penanda tanganan prasati oleh Depdari kala itu. (*)





Digg Google Bookmarks reddit Mixx StumbleUpon Technorati Yahoo! Buzz DesignFloat Delicious BlinkList Furl

0 komentar: on "Cerita Amang Usman di Balik Perjuangan Pembentukan Kota Palopo"

Post a Comment