Tuesday, July 03, 2012

Mengenang Perjuangan Pembentukan Kota Palopo


Dialog Refleksi 10 Tahun Kota Palopo (1)

Laporan: Abd Rauf

KOTA Palopo dahulu disebut Kota Administratip (Kotip) Palopo, merupakan Ibu Kota Kabupaten Luwu. Kota Palopo kini telah menjadi kota otonom. Setelah melewati perjalanan panjang perjuangan menuju kota otonom, banyak menyisakan kenangan tersendiri bagi para pejuangnya. Banyak pahit manis dalam perjuangan itu. Kini yang terpenting bagi generasi sekarang, dan mendatang, bagaimana memperjuangkan Kota Palopo menjadi kota yang maju dan terpandang.

Perjalanan panjang itu, baru membuahkan hasil pada 2 Juli 2002 silam. Ditandai dengan penandatanganan prasasti oleh Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia (Depdagri RI) kala itu. Dengan Walikota Pertama, Drs HPA Tenriadjeng, dan HM Jaya sebagai Sekda pertamanya.

Terbentuknya Kota Palopo dilihat dari banyak pertimbangan, seperti dilihat dari potensi dan letak geografis, serta kondisi wilayah Kotip Palopo yang berada pada Jalur Trans Sulawesi. Selain itu, Palopo juga sebagai pusat pelayanan jasa perdagangan, terhadap beberapa kabupaten. Seperti Kabupaten Luwu, Luwu Utara, Tana Toraja, dan Kabupaten Wajo. Palopo juga didukung  dengan sarana dan prasarana yang cukup memadai.

Dalam dialog yang bertajuk Refleksi 10 Tahun Kota Palopo, Minggu 1 Juli malam kemarin di Warkop Aleta, banyak memberikan pemahaman terhadap cerita yang dialami para pejuang yang turun langsung ke lapangan. Diantaranya, tokoh masyarakat sekaligus aktifis LSM Kota Palopo, Baharman Supri MM, yang menjadi penggagas, sekaligus pembicara dalam dialog itu.

Baharman Supri dalam dialog itu membagi empat fase perjuangan. Pada fase pertama, bergerak pada wilayah ide. Dengan cara mebuat seminar, dalam rangka membangun keyakinan dan harapan, serta menepis kecemasan masyrakat Palopo. "Kita menanamkan dulu keyakinan dan kepercayaan diri untuk menjadikan Kota Palopo yang otonom melalui pertemuan-pertemuan yang insentif," ungkapnya.

Fase kedua, pergerakan meningkat dalam bentuk mobilisasi massa. Selain itu, kita melakukan dialog terhadap DPRD, dan Pemerintah Kabupaten Luwu saat itu. "Pada fase itu, segenap aktifis berjuang dengan tenaga dan fikiran untuk meyakinkan pengambil kebijakan," kata Baharmin.

Memasuki fase ketiga, bergerak dalam melengkapi rekomendasi, syarat-syarat administrasi dalam bentuk pembuatan buku yang memuat potensi Kotip Palopo menjadi kota otonom.

Pada fase ke empat, para pejuang memulai mempersiapkan pemimpin yang dianggap mampu mengawal Kota Palopo. Selain itu, kita mengawal kebijakan-kebijakan yang memungkinkan tidak pro perjuangan. "Kelompok ini sebagian besar tergolong baru, yang hanya melanjutkan cita-cita pendahulunya. Terutama melakukan otokritik terhadap kekuasaan. Sebab pejuan sebelumnya sudah kelelahan, setelah bertahun-tahun berjuang," ungkap Baharmin.

Dikatannya pula, kalau sebagian yang berhasil merebut kekuasaan adalah orang-orang yang mengabaikan cita-cita para pejuang. "Setelah perjuangan berhasil, baru mereka berdalih kalau mereka juga adalah pejuang di masa lalu. Padahal mereka adalah orang-orang yang menolak perubahan," kata Baharmin.

Menurut Baharmin, dialog semacam ini sangat baik kita lakukan setiap tahunnya sebagai wadah silaturrahim, dan untuk saling memberi masukan di antara kita semua. "Dialog ini sangat bagus kita jadikan kegiatan tahunan. Untuk dijadikan wadah silaturrahim dengan pemerintah, swasta, dan masyarakat banyak. Itu bertujuan untuk menjadikan Kota Palopo sebagai kebanggaan masa depan," ungkapnya.

Sementara, Amang Usman, dalam dialog itu, lebih banyak bercerita mengenai dinamika perjalanan panjang para pejuang, dengan fasilitas dan materi seadanya.(*)

Harian Palopo Pos edisi 3 Juli 2012

Digg Google Bookmarks reddit Mixx StumbleUpon Technorati Yahoo! Buzz DesignFloat Delicious BlinkList Furl

0 komentar: on "Mengenang Perjuangan Pembentukan Kota Palopo"

Post a Comment