Thursday, October 29, 2015

Semoga Bukan Sekedar Gertak Sambal

Ilustrasi pembongkaran bangunan-

DPRD: Pemkot Harus Berani Bongkar Bangunan Melanggar, Distarcip Siap Eksekusi


PALOPO, MD - Bangunan di sejumlah titik di Kota Palopo disebut-sebut banyak yang melanggar. Baik melanggar garis sempadan, bahkan ada yang tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Menanggapi hal ini, Pemerintah Kota (Pemkot) Palopo telah menegaskan akan menindak tegas bangunan melanggar itu, dengan cara membongkar paksa.

Pemkot pun ditantang berani dan tegas bertindak dalam menertibkan bangunan melanggar tersebut. Tidak hanya sekedar gertak sambal, yang hanya pedis tanpa eksekusi. Jika ada yang ditemukan dan terbukti melanggar, maka pemkot harus berani membongkar bangunan tersebut.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menilai, banyaknya bangunan yang melanggar garis sempadan, disebabkan kelalaian dari Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya (Distarcip) Kota Palopo. Untuk itu, Distarcip diharapkan lebih tegas dan disiplin terhadap pemberian izin dan pengawasan bangunan.
Anggota Komisi II DPRD Kota Palopo, Hamka Pasau, saat ditemui media ini, menuturkan, pada dasarnya, banyaknya bangunan yang tidak tertata serta melanggar sempadan, sebab kelalain dari Dinas Tata Ruang. Untuk itu, ia meminta agar polisi bangunan lebih maksimal bekerja.
"Untuk apa itu polisi bangunan ada, kalau kerja mereka tidak maksimal. Mereka itu kan digaji dan gaji mereka itu dari APBD," tandas legislator PKB ini.
Hamka Pasau menambahkan, polisi bangunan yang ada di Distarcip itu jangan hanya tinggal di kantor duduk, tapi turun ke lapangan dan mencari tahu dimana ada masyarakat yang membangun dan menanyakan izinnya.
"Kenapa polisi bangunan itu kinerjanya tidak maksimal. Apa alasannya? Kalau polisi bangunan itu tidak bisa kerja, lebih baik dibubarkan saja," ungkapnya.
Hamka menantang, agar pemkot lebih tegas dalam penegakan aturan pendirian bangunan ini. Legislator dua periode ini berharap, agar pemkot menindak tegas siapapun yang melanggar.
Ketua Komisi II DPRD Kota Palopo, Bakri Tahir, mengatakan terkait masalah bangunan melanggar, mengaku pihaknya telah bersurat ke Wali Kota Palopo terkait adanya bangunan yang melanggar sempadan.
"Yang harus mengambil keputusan terkait bangunan yang melanggar garissempadan itu adalah wali kota. Kami sudah menyurat ke wali kota melalui Dinas Tata Ruang soal itu," kata Bakri Tahir.
Dirinya juga menuturkan jika sebelumya, Sekda Kota Palopo, Kepolisian, TNI dan Dinas Tata Ruang telah melakukan pertemuan tentang bangunan yang melanggar sempadan jalan. Hasil dari pertemuan tersebut adalah, jika bangunan di itu harus dieksekusi.
Bangunan yang telah melanggar perda Kota Palopo itu, selain tidak memiliki memiliki IMB, juga tidak memiliki sertifikat kepemilikan.
Bakri Tahir menyebutkan, salah satu dari mereka ada yang berani melanggar, karena mereka memengang statmen wali kota yang mengatakan 'cepat-mi selesaikan itu bangunanmu, supaya capat kau masuki.'
Selain memegang statmen wali kota, lanjut politisi PAN ini, pemilik bangunan itu juga mengambil dasar dari beberapa bangunan yang juga melanggar sempadan jalan.
Bakri membenarkan, jika Distarcip Kota Palopo sebernanya telah menegur pemilik bangunan dan itu telah sesuai dengan prosedur. Selain diberikan teguran, pihak dari Discarcip juga telah menyampaikan konsekwensinya kepada pemilik bangunan jika bangunan tersebut akan dieksekusi.
SIAP MEMBONGKAR
Keberanian dan ketegasan Pemkot Palopo dalam menindak tegas bangunan yang melanggar harus segera dibuktikan. Sehingga efek dari ketegasan tersebut, bisa meminimalisir munculnya bangunan liar kedepan.
Kadistarcip Kota Palopo, Ir Natse I Chalid, kepada media ini menegaskan, pihaknya akan menindak tegas bangunan melanggar.
"Ada bangunan yang melanggar di Songka, sudah sejak awal pembangunannya kami tegur. Sudah kami tegur beberapa kali, baik melalui lisan, maupun tulisan. Tapi tetap saja dilanjutkan. Sampai sekarang kami belum bongkar, karena pembongkaran itu dilakukan tim terpadu, seperti Satpol PP, bagian hukum, dan polisi," jelasnya.
Natser menyebutkan, saat ini pihaknya telah memberi kesempatan untuk membongkar sendiri bangunan itu selama 18 hari. Kalau tidak, maka tim yang akan membongkarnya.
"Tim terpadu ini tinggal menunggu SK Wali Kota Palopo. Kalau sudah ada itu, maka kami siap mengeksekusi. Sebab bangunan tersebut melanggar banyak hal, mulai dari tidak ada IMB, melanggar garis sempadan jalan, sungai, dan jembatan," tandasnya.
Ia mengaku, pihaknya siap memberikan contoh penindakan tegas terhadap bangunan yang melanggar. Natser mengaku, dirinya menyadari, kalau tidak ditindak tegas, maka akan muncul bangunan liar lainnya di kemudian hari.
"Sekarang ini, saya mau memberikan contoh tindakan tegas dengan membongkar bangunan melanggar, di Songka. Saya yakin, kalau itu sudah dilakukan, maka orang tidak akan berani lagi membangun tanpa IMB. Itu bisa menjadi contoh tindakan tegas pemkot," katanya.
Dikatakannya, selama Palopo sudah menjadi daerah otonom, belum pernah ada tindakan pembongkaran bangunan melanggar. Makanya, Natser ingin ada tindakan tegas itu dilakukan di eranya memimpin Distarcip. "Pembongkaran dilakukan hanya saat masih kotip, namun setelah itu, Palopo jadi kota otonom, tidak pernah lagi. Untuk itu, saya akan memulai tindakan tegas itu lagi," tegasnya lagi.
Namun demikian, Natser mengaku, saat ini belum ada standar operasional pelaksanaan (SOP) pembongkaran. Ia mengaku, saat ini baru digodok masalah Ranperda penyidik PNS, salah satunya mengatur masalah itu.
Selain itu, Natser juga mengaku, bukan hanya bangunan yang aa di Songka, tapi semua bangunan yang melanggar, termasuk bangunan yang tidak sesuai IMB, akan ditertibkan.
"Nanti semuanya tidak akan ada yang tersisa. Akan kami tertibkan semua," tegasnya.
MENGENAL GARIS SEMPADAN DAN SANKSI
Sekedar diketahui, dikutip dari berbagai sumber, Garis Sempadan merupakan batas dinding terluar bangunan pada satu lahan. Penetapannya diatur oleh pemerintah setempat dalam Rencana Detail Tata Ruang. Hal ini bisa dilihat dalam Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, Pasal 13.
Garis Sempadan ini menetapkan jarak antara jalan dengan bangunan terluar atau lebih dikenal dengan Garis Sempadan Jalan (GSJ). Ada pula Garis Sempadan Bangunan (GSB) yang mengatur jarak antara satu bangunan ke bangunan lain.
Tidak semua wilayah di suatu daerah memiliki besaran GSJ yang sama. Hal ini tergantung dari kelas jalan dan lokasinya. Ada wilayah yang mengeluarkan GSJ sebesar 0, seperti di daerah-daerah perniagaan yang bangunannya rapat dengan jalan. Akan tetapi, di wilayah perumahan, hampir tidak ada GSB 0.
Sedangkan, GSB juga menetapkan jarak terdekat bangunan dengan bangunan lain. Akan tetapi, karena semakin sedikit lahan yang ada, semakin banyak wilayah yang menetapkan garis sempadan antar bangunan sebesar 0. Hal ini membuat Anda dapat mendirikan bangunan menempel dengan dinding tetangga.
Sementara untuk Garis Sempadan Sungai, tidak hanya terhadap bangunan dan jalan. Ada pula peraturan yang menetapkan jarak dengan sungai atau yang lebih dikenal dengan Garis Sempadan Sungai (GSS). Hal ini berhubungan dengan keselamatan dan lingkungan.
Bangunan yang terletak berbatasan langsung dengan sungai akan lebih berpotensi terkena bahaya longsor. Itu karena tanah di pinggiran sungai yang tidak keras dan struktur bangunan merusak tanah tersebut.
Jadi, jika ada yang menganggap aturan Garis Sempadan Sungai, maka sebaiknya pikirkanlah lagi. Garis Sempadan Sungai ditetapkan pemerintah dengan pertimbangan keselamatan pemilik bangunan.
Bagaimana Jika Dilanggar? Setiap pelanggaran tentu akan ada konsekuensinya. Dikutip dari laman Majalah Asri, Jika melanggar peraturan ini, ada berbagai sanksi yang akan diberikan, termasuk sanksi administratif dan sanksi denda. Menurut Undang-Undang No. 28 pasal 45, sanksi terbagi menjadi beberapa tahapan.
Ada beberapa tahap sanksi administratif yang diberikan. Yang pertama adalah peringatan tertulis. Jika tidak ada tindakan dari pemilik bangunan, pekerjaan pembangunan akan diberhentikan sementara, dan izin mendirikan bangunan dicabut.
Jika tetap tidak taat pada peraturan, pihak berwenang akan mencabut IMB dan membekukan sertifikat laik fungsi. Sanksi administratif yang terakhir adalah pembongkaran bangunan.
Ada pula sanksi denda yang akan dikenakan kepada pemilik bangunan. Sanksinya sebesar 10 persen dari nilai bangunan yang sedang atau telah dibangun.
Selain itu, ada juga hukuman yang lebih serius, yaitu penjara. Aturan ini tertuang dalam pasal 46. Pidana penjara dan denda untuk oknum yang melanggar GSB bisa dikenakan bila mengakibatkan kerugian harta benda, kecelakaan yang mengakibatkan cacat seumur hidup, atau menghilangkan nyawa orang lain. (us/up)

Media Duta Edisi September 2015

Digg Google Bookmarks reddit Mixx StumbleUpon Technorati Yahoo! Buzz DesignFloat Delicious BlinkList Furl

0 komentar: on "Semoga Bukan Sekedar Gertak Sambal"

Post a Comment